Kekerasan Anak di Kaltim Meningkat, KPAI Laporkan Kasus ke Polisi

Samarinda, IDN Times - Kasus ibu kandung siksa anaknya hingga patah kaki telah didengar Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda. Pihaknya pun segera mengambil tindakan dengan mendatangi langsung korban di RSUD AW Sjahranie.
"Kami akan menangani kasus ini dengan intensif. Sejumlah dokter dan psikolog sudah turun menangani kasus ini," ucap Aji Suwignyo, Komisioner KPAI Samarinda pada Kamis (21/11).
1. Kasus kekerasan anak meningkat, KPAI Samarinda berikan pendampingan

Informasi yang dihimpun IDN Times, kasus kekerasan anak di Katim memang harus mendapat perhatian. Data Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim mencatat perkara kekerasan anak meningkat.
Data 2016 menyebut ada 130 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kasus ini meningkat pada 2017 menjadi 242 kasus. Kasus ini menurun pada 2018 dengan 154 kasus.
"Itu sebabnya kami akan terus memantau perkembangan kasus ini sampai selesai," imbuhnya.
Lebih lanjut, kata Aji pendampingan hingga selesai itu maksudnya ialah sampai korban sehat dan kembali dengan keluarganya. Tahap selanjutnya, ialah dipantau tiga bulan sekali. Dengan demikian, KPAI tahu bagaimana perkembangan korban termasuk siapa yang merawatnya nanti. Pihaknya ingin kasus ini lanjut ke tahap hukum itu sebab konsultasi ke pihak kepolisian dilakukan.
"Ini tindak pidana, tidak bisa dibiarkan. Bisa menjadi contoh bagi masyarakat lainnya," timpalnya.
2. Tak mau laporan kasus dicabut saat korban sehat

Dia menerangkan, bila tak ada pihak keluarga yang melapor, nantinya KPAI Samarinda yang bakal melaporkan perkara tersebut ke Polsek Samarinda Ulu atau Polresta Samarinda.
Walau demikian dia memiliki ketakutan laporan tersebut dicabut sebab kasus KDRT ini biasanya rawan dengan hal tersebut.
"Saya tidak mau lagi hal seperti itu terjadi. Ketika anak sehat, laporan dicabut. Hukum kita seperti dimainkan jadinya. Kalau lembaga yang melapor, kemungkinan akan sulit untuk mencabut," tegasnya.
3. Harus memerhatikan cara mengurangi trauma anak korban kekerasan

Aji menyatakan, kasus KDRT kemudian anak jadi korban itu kerap terjadi. Alasannya, pelaku benci dengan suami atau mantan suami akhirnya yang jadi korban anak sendiri. Karenanya, pendampingan dari psikolog itu perlu dilakukan untuk mencegah hal serupa kembali dilakukan. Dan perbuatan tersebut tak masuk kategori sakit jiwa sebab pelakunya sadar saat melakukan kekerasan.
"Hanya depresi yang kemudian menjadi perilaku. Hingga akhirnya melampiaskan kekesalannya saja," katanya.
Dia menambahkan, yang patut diperhatikan ialah bagaimana cara menghilangkan trauma si anak. Itu sebabnya, korban KDRT ini harus dijauhkan dahulu dari keluarganya.
Nantinya Budi (3)--yang jadi korban, bakal ditangani rumah aman. Setelah trauma hilang baru dikembalikan ke keluarganya.