Jatam Kukuh Minta Perusahaan Bertanggung Jawab atas Kematian Hendrik

Samarinda, IDN Times - Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim telah melakukan investigasi terhadap kematian pemuda bernama Hendrik Kristiawan (25) pada Kamis, 22 Agustus di Desa Beringin Agung, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Jika sebelumnya Hendrik disebut-sebut meninggal karena tenggelam di lubang bekas tambang batu bara, maka hasil dari penyelidikan itu menegaskan hal berbeda.
1. Tempat kejadian bukan di lubang tambang

“Itu bukan lubang tambang,” ucap Kepala Dinas ESDM Kaltim, Wahyu Widhi Heranata, Senin (2/9) saat ditemui pelantikan anggota DPRD Kaltim. Walau demikian, dia enggan banyak berkomentar dan meminta menghubungi Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara, Dinas ESDM Kaltim Baihaqi Hazami.
“Selanjutnya itu urusan teknis, hubungin Pak Baihaqi saja,” pintanya.
2. Izin perusahaan PKP2B, Dinas ESDM tak bisa bergerak banyak

Dikonfirmasi terpisah, Kabid Minerba ESDM Kaltim, Baihaqi menyatakan hal senada, lubang tersebut bukan bekas tambang batu bara, melainkan rawa-rawa. Meski demikian, dirinya enggan menerangkan lebih rinci sebab yang punya wewenang itu dari Kementerian ESDM mengingat tempat kejadian adalah konsesi milik konsesi PT Singlurus Pratama.
"Perusahaan itu izinnya dari Kementerian EDSM atau PKP2B. Sebab itu kami hanya koordinasi saja,” tuturnya.
Dengan demikian, Dinas ESDM Kaltim tak bisa berbuat banyak, karena yang memiliki otoritas adalah inspektur tambang pusat, pihaknya hanya bisa memastikan siapa pemegang izin atas konsesi tersebut.
3. Lembah jadi telaga karena aktivitas tambang
Dalam catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Hendrik merupakan korban meninggal yang ke-36 di lubang bekas tambang batu bara, terhitung sejak tahun 2011.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengaku jika telaga itu memang bukan lubang bekas tambang, melainkan lembah yang berubah menjadi telaga karena aktivitas tambang. Di sisi luar lembah tersebut telah ditutupi ribuan metrik ton overburden (lapisan tanah pucuk bekas galian). Lalu mengapa bisa ada lembah?
“Karena lembah yang sebelumnya punya akses mengeluarkan air ketika hujan itu ditutupi oleh lapisan tanah pucuk bekas galian perusahaan batu bara. Itu yang membuat lembah tersebut menjadi danau,” tegasnya.
4. Minta perusahaan tetap bertanggung jawab atas petaka tersebut

Dia menegaskan lagi, kawasan tersebut tak punya sumber air apalagi riwayat rawa. Itu sebabnya, perusahaan harus bertanggung jawab atas kejadian tersebut, karena terdapat kelalaian dari perusahaan sebab tak mempertimbangkan tanah pucuk hasil galian akan berdampak terhadap lingkungan sekitar.
“Masyarakat bilang sama saya kalau telaga itu bukan rawa. Dalamnya lebih dari 5 meter. Maka dari itu, ada baiknya di pasang papan peringatan bahaya agar warga tak asal masuk sebab itu berada di konsesi perusahaan,” pungkasnya.

















