Samarinda, IDN Times - Petang baru saja meninggalkan Kota Tepian pada Februari 1947. Lamat-lamat terdengar suara saling berbantah, dari balik rimbunnya pepohonan hutan di Kampung Pinang Air Putih.
Suara itu berasal dari rumah yang menjadi markas bagi pejuang perang Sangasanga dan pejuang Samarinda. Kelompok prajurit ini berusaha menyembunyikan diri dari kejaran pasukan penjajah yang tergabung dalam Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) alias tentara Kerajaan Hindia Belanda dan NICA (Netherland Indies Civil Administration).
“Waktu itu Herman Runturambi, salah satu pejuang, ingin membeli rokok. Tapi ditentang oleh rekan-rekannya yang lain karena bisa membongkar rahasia posisi markas,” ucap ahli sejarah Samarinda, Muhammad Sarip, saat ditemui IDN Times beberapa waktu lalu di kantornya, RV Pustaka Horizon.
