Kondisi pertumbuhan ekonomi secara global diperkirakan akan kembali mengalami perlambatan pada tahun 2020 ini. Sejumlah negara seperti Tiongkok diperkirakan hanya akan tumbuh 3,1 persen pada tahun 2020 dari pencapaian tahun 2019 sebelumnya 3 persen.
Lalu, Amerika akan mengalami penurunan dari 2,3 persen menjadi 2 persen. Kemudian, Jepang juga akan mengalami penurunan dari 0,6 persen menjadi 0,5 persen. Dan India yang akan tumbuh dari 5,9 persen menjadi 6,9 persen. Sedangkan untuk negara Uni Eropa tidak berubah di angka 1 persen sama seperti tahun 2019.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sejumlah negara tersebut diperkirakan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi pada Indonesia khususnya untuk ekspor batu bara dan minyak sawit.
Permintaan batu bara dari Tiongkok diperkirakan tidak akan tumbuh secara signifikan akibat dampak pertumbuhan ekonomi yang melambat. Harga komoditas batu bara diperkirakan akan kembali mengalami penurunan minus 4,9 persen pada tahun 2020, setelah sempat mengalami penurunan sebesar minus 9,1 persen pada tahun 2019.
Sedangkan untuk minyak sawit diperkirakan akan kembali tumbuh sebanyak 4.9 persen pada tahun 2020. Naik dibandingkan tahun 2019, yang sempat mengalami minus 4,3 persen akibat dapat pengurangan ekspor dari Uni Eropa.
Perry menjelaskan kondisi pertumbuhan ekonomi yang melambat diperkirakan banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan di sejumlah daerah yang penghasilannya berasal dari komoditas batu bara seperti Kalimantan Timur.
“Tahun ini, pertumbuhan ekonomi yang masih melambat masih akan tetap dirasakan seperti di Kalimantan yang penghasilannya berasal dari batu bara,” ujarnya.