Helmi menjelaskan keterbatasan jumlah blangko yang diberikan oleh Pemerintah Pusat menjadi kendala untuk memaksimalkan penerapan KIA.
Blangko yang ada tidak mencukupi untuk melayani jumlah masyarakat yang mendaftarkan anaknya untuk memiliki KIA.
Sejak mulai diberlakukan pada tahun 2016 lalu, Blanko yang ada tidak mencukupi melayani pencetakan KIA.
“Saat itu kami punya stok blangko sekitar 50 ribu namun habis dalam jangka waktu 2 bulan, hal ini di luar perkiraan karena pengalaman seperti di Yogya baru habis dengan stok yang sama hingga 4 tahun. Ini menunjukkan tingkat kesadaraan masyarakat Kota Balikpapan yang tinggi,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi keterbatasan jumlah blangko, Discapilduk mengubah pola pendaftaran KIA yang selama ini melalui kecamatan, dengan melibatkan sekolah dasar (SD).
Setiap anak yang ada di sekolah dasar akan didaftarkan KIA melalui sekolah, sehingga proses pendaftarannya dapat dilakukan secara bertahap di masing-masing sekolah menyesuaikan ketersediaan blangko.